ANALISIS
DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR (STUDI KASUS
DI SUB DAS MUSI HULU KABUPATEN MUSI RAWAS)
Andi
Wahyudi1.
Gusta Gunawan2
dan Besperi3
1Program
Studi Teknik Sipil Universitas Musi Rawas
(Jl.
Pembangunan Komplek Perkantoran Pemda Musi Rawas, Lubuk Linggau)
Email1
:
Wahyudi.andi91@yahoo.com
23
ABSTRACT
The
changes in land used will affect the flood discharge in the
watershed. The purpose of this study was to determine the impact of
land used to changed on the flood discharge in the watershed upstream
sub - watershed Musi Musi Rawas. The data required in the form of
rainfall data. The land used data and topographic maps . Rainfall
data is used daily rainfall data recorded at stations Kungku SPAS .
Daily rainfall data was transformed to hourly rainfall intensity
‘Mononabe method’. Based on the results of research the land
cover changed the flood discharge by using a multiple linear
regression model with independent variable are coffee plantation land
cover, shrubs , garden mix , rice , smallholder plantations, large
estates and settlements. While, variable aren’t independent is
flooding that occurs because of changes in land cover. Based on the
results of data analysis performed on the sub-watershed upstream Spas
Kungku Musi Musi Rawas using SPSS it was seen that changes in land
cover greatly affects the return period flood discharge at a
particular time . The number peak discharge that occurs in the next 2
years = 12:23 m3/second 2 years , next 5 years = 16.63 m3/second ,
next 10 years = 20:56 m3/second, next 25 years = 26.89 m3/second ,
next 50 years = 32.75 m3/second and next 100 year = 39.75 m3/second.
KEYWORDS
: The land Use , Debit Flood , Rational Method.
1
Pendahuluan
Perubahan
iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia,
perubahan iklim semakin nyata terjadi dan mempengaruhi berbagai sisi
kehidupan, baik yang bersifat individual atau domestik maupun sampai
sektor pembangunan berskala global. Di sisi lain, semakin disadari
bahwa percepatan terjadinya perubahan iklim diawali oleh keputusan
dan perilaku manusia yang kemudian terakumulasi secara massif hingga
mengubah unsur-unsur cuaca, terutama suhu, sehingga menyebabkan
fenomena pemanasan global. (Pusat Riset Perubahan Iklim UI, 2012).
Dampak
dari pemanasan global salah satunya adalah curah hujan yang tinggi,
seperti yang terjadi di daerah catchments
area Sub DAS Musi
Hulu SPAS Kungku Kabupaten Musi Rawas. Akibat tingginya
intensitas curah hujan yang terjadi mengakibatkan banjir.
Perubahan
tutupan lahan dapat berdampak negatif bagi Kabupaten Musi Rawas
karena dengan adanya perubahan tersebut mengakibatkan berkurangnya
lahan resapan dan mengakibatkan limpasan menjadi besar. Secara
khusus, perubahan tata guna lahan berdampak kepada banjir dan
genangan yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu
seperti yang telah di teliti oleh (Suroso dan hery, 2001), pada
daerah kawasan DAS Banjaran yang meneliti tentang pengaruh perubahan
tata guna lahan terhadap debit banjir daerah aliran sungai banjaran
. Oleh karena itu, penelitian sejenis perlu dilakukan di kawasan Sub
DAS Musi Hulu SPAS Kungku Kabupaten Musi Rawas karena dampak
perubahan tata guna lahan telah mengakibatkan debit banjir, karena
karakteristik DAS ini berbeda dengan DAS yang lain.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perubahan tata
guna lahan terhadap debit banjir pada daerah aliran sungai di sub
DAS Musi Hulu Kabupaten Musi Rawas.
2
Tinjaun Pustaka
2.1
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran
Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik
dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan
air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama. (Asdak, 20050.
DAS
mempunyai bentuk yang bermacam-macam berdasarkan bentuk topografi
dan geologinya. Secara garis besar bentuk DAS dapat dikelompokkan
menjadi 3 bagian yaitu: Bentuk memanjang, bentuk melebar dan bentuk
kipas. Bila lebih detail pengelompokkannya maka bentuk DAS bisa saja
merupakan gabungan dari ketiga kelompok tersebut, misalnya bentuk
suatu DAS memanjang dan sekaligus juga melebar. Gambar 1 menunjukan
bentuk DAS tersebut.
Bentuk
melebar DAS b. Bentuk kipas DAS c. Bentuk memanjang DAS
(broad watershed)
(long watershed) (fan-shaped watershed)
Gambar
1. Bentuk sederhana DAS (Kinori dan Mevorach, 1984).
Tata
Guna Lahan
Tata
guna lahan dan pengembangan dapat dikatakan sebagai masalah utama
dalam pemenuhan infrastruktur. Dalam pemenuhan infrastruktur, selain
manajemen infrastruktur, manajemen mengenai tata guna lahan juga
harus diperhatikan. Dalam aspek lingkungan, lahan bukan saja
memberikan wadah fisik kedudukan sistem produksi, tetapi juga
memberi masukan dan menerima hasil serta memperbaiki kerusakan
sistem produksi.
Sehingga
setiap jenis penggunaan lahan dapat mencirikan kualitas penggunaan
lahannya, dan etika lahan memberi tanda-tanda kerusakan, jenis
penggunaan lainnya siap menggantikanya. Begitu juga sebaliknya,
apabila lahan memberikan manfaat sosial, maka sebaiknya
penggunaannya tetap dipertahankan (Nugroho & Dahuri, 2004).
2.3
Debit
Banjir Rencana
Metode
untuk mendapatkkan debit banjir rencana dapat menggunakan metode
berikut:
Metode
Rasional
Menurut
Wanielista (1990) metode Rasional adalah salah satu dari metode
tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak
(peak
discharge).
Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan
dengan intensitas (I) terjadi secara terus menerus, maka laju
limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi
(Tc). Waktu konsentrasi (Tc) tercapai ketika seluruh bagian DAS
telah memberikan kontribusi aliran di outlet.
Laju
masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan
intensitas (I) pada DAS dengan luas (A). Nilai perbandingan antara
laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat
(Tc) dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan (0 ≤ C ≤
1) (Chow,
1988).
Hal
di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut ini
(Chow, 1964)
:
Q
= 0,277 C I A ………………...….. .. (1)
Keterangan
:
Q
: debit puncak (m3/dtk)
C : koefisien run
off , tergantung pada
karakteristik DAS (tak berdimensi)
I : intensitas curah
hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
(mm/jam)
A
: luas DAS (km2)
Konstanta
0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk)
(Seyhan, 1990). Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula
Rasional adalah sebagai berikut (Wanielista, 1990) :
Curah
hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu
tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
Limpasan
langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas
yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
Koefisien
run off
dianggap tetap selama durasi hujan.
Luas
DAS tidak berubah selama durasi hujan.
- Intensitas
hujan
Perhitungan
debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah
hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang
terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi.
Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan
mm/jam. (Loebis, 1992).
Durasi
adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi
pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah
yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang
sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan
durasi cukup panjang.
Sri
Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis
frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman
data hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya
intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada,
dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus
eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigur.
Dalam penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah
hujan harian.
Menurut
Loebis (1992) intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data
curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai
berikut:
…………………….……
(5)
keterangan
:
I :
intensitas curah hujan (mm/jam);
t
: lamanya curah hujan (jam);
R24
: curah hujan maksimal dalam 24 jam (mm).
2.5 Koefisien
Limpasan (run
off coeffisient)
Dalam
penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan
data koefisien limpasan (run
off coeffisien).
Koefisien limpasan adalah rasio jumlah limpasan terhadap jumlah
curah hujan, dimana nilainya tergantung pada tekstur tanah,
kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Secara garis besar
harga koefisien run
off ditunjukan dalam
Tabel 1.
Tabel
1. Tabel
Harga Koefisien Run
off
Sumber
: Standar Perencanaan Irigasi KP 01,1986.
3
Metodologi
3.1
Analisis Frekuensi
Langkah-langkah
analisis frekuensi adalah sebagai berikut:
1). Menentukan hujan harian
maksimun rerata untuk tiap-tiap tahun data.
2). Menentukan parameter
statistik dari data yang telah diurutkan dari besar ke kecil, yaitu
: Mean, Standard
Deviation, Coeffisient of Variation, Coeffisient of Skewness,
Coeffisint of kurtosis.
3). Menentukan jenis distribusi
yang sesuai berdasarkan parameter statistik yang ada.
Sifat-sifat
khas dari setiap macam distribusi frekuensi (Jayadi, 2000) adalah
sebagai berikut:
a.
Distribusi Normal
Ciri
khas distribusi Normal adalah:
1).
Skewness (Cs) 0,00
2).
Kurtosis (Ck) = 3,00
3).
Prob X ≤ (
X – S ) = 15,87 %
4).
Prob X ≤ ⎯X
= 50,00 %
5).
Prob X ≤ (⎯X
+ S ) = 84,14 %
b.
Distribusi Log Normal
Sifat
statistik distribusi Log Normal adalah:
1). Cs
3
Cv
2). Cs
> 0
c.
Distribusi Gumbel
Ciri
khas statistik distribusi Gumbel adalah:
1). Cs
1,396
2). Ck
5,4002
d.
Distribusi Pearson III
Sifat
statistik distribusi ini adalah:
1). jika tidak menunjukkan
sifat-sifat seperti pada ketiga distribusi di atas
2). garis teoritik
probabilitasnya berupa garis lengkung
3). Melakukan pengujian dengan
Chi-Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov untuk mengetahui apakah jenis
distribusi yang dipilih sudah tepat.
a). Uji Smirnov Kolmogorov
Pengujian dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap
variat Xi menurut
distribusi empiris dan teoritik, yaitu disimbolkan dengan Δ.
Harga Δi
maksimum harus lebih kecil dari Δ
kritik.
b)
Uji Chi Kuadrat
Pada
dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata
data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih.
Penyimpangan
tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap
variat X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik dan menurut
hitungan dengan pendekatan empiris. Rumus yang digunakan adalah
(Suroso dan Hery Awan Susanto, 2001).
I......................................
(2)
dengan:
χ2 =
harga Chi-kuadrat
Ef =
frekuensi yang diharapkan untuk kelas i
Of
= frekuensi
terbaca pada kelas i
K
= banyaknya kelas
Harga
χ2
harus lebih kecil
dari harga χ2
kritik untuk derajat
nyata (α)
dan derajat kebebasan (DK)
tertentu. Umumnya digunakan derajat nyata 5% dan untuk distribusi
Chi-Kuadrat, nilai DK
dapat dipakai rumus
berikut: (Suroso dan Hery Awan Susanto, 2001) :
……………………………
(3)
dengan:
DK = derajat kebebasan (number
of degree of freedom)
K = banyaknya kelas (grup)
P = banyaknya keterikatan
(constrain)
atau sama dengan banyaknya parameter distribusi
4) Berdasarkan jenis distribusi
terpilih dihitung besaran hujan rancangan untuk kala ulang tertentu.
Secara umum, persamaan garis teoritik probabilitas untuk analisis
frekuensi dapat dinyatakan dengan rumus sederhana sebagai berikut
(Haan, 1979):
………………………
(4)
dengan:
XT = hujan rancangan dengan
kala ulang T tahun, dengan T adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 tahun.
⎯X
= besaran rata-rata
S
= simpangan baku
= faktor
frekuensi untuk kala ulang T
tahun
3.2 Data Curah Hujan
Studi
ini memakai data curah hujan harian di stasiun selama 5 tahun
terakhir (2008 - 2012) yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Musi, BPDAS Palembang.
4
Hasil dan Pembahasan
Perhitungan
Waktu Konsentrasi (Tc)
Berdasarkan
peta topografi Sub DAS Musi Hulu Kabupaten Musi Rawas dapat
diketahui data geometri sungai kungku adalah sebagai berikut:
Luas
Sungai Kungku (A)
= 48.50 km2
Kemiringan
sungai (S)
= 400 m/m
Panjang
sungai (L)
= 21 km2
Waktu
konsentrasi (Tc)
dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich (Susanto dan Suroso,
2006) sebagai berikut.
0,77
* S 0,385
Dengan,
Tc : waktu kosentrasi (jam)
L
: panjang sungai (km)
S
: landai sungai (m/m)
Sehingga
= 4.60 jam
Jadi
dari hasil perhitungan bahwa waktu konsentrasi yang terjadi pada Sub
DAS MUSI HULU SPAS Kungku adalah 4.60 jam.
Tata
Guna Lahan Pada Sub DAS Kungku
Tata Guna
Lahan Pada Sub DAS Kungku di Klasifikasikan menjadi 8 (delapan)
kelas yaitu: kebun kopi, semak bulukar, kebun campuran, sawah,
perkebunan besar, perkebunan rakyat dan pemukiman ( sesuai data yang
tersedia dari kantor BPDAS Musi Provinsi Sumatra Selatan).
Penggunaan lahan secara rinci dapat di lihat pada Tabel 2 di bawah
ini.
Tabel
2. Luas tata guna lahan per tahun
Sumber : Hasil
Perhitungan, 2012
Dari
Tabel 2 terlihat bahwa tata guna lahan yang mengalami perubahan yang
cukup berarti adalah perkebunan besar, perkebunan rakyat dan
pemukiman sedangkan yang mengalami perubahan yang menurun adalah
semak belukar dan penggunan lahan yang dulunya ada menjadi tidak ada
adalah kebun kopi, kebun campuran dan sawah. Perubahan ini terjadi
karena masyarakat di sekitar Sub DAS Musi Hulu tidak menggunakan
lahan untuk di gunakan sebagai kebun kopi, kebun campuran dan sawah
tetapi di gunakan sebagai perkebunan rakyat dan perkebunan besar.
Trend perubahan tata guna lahan didekati mengikuti trend linier
sperti terlihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Trend
Linier Perubahan Kebun Kopi,
Semak
Belukar
dan Kebun Campuran
Gambar
3. Trend
Linier Perubahan Sawah,
Perkebunan
Besar, Perkebunan Rakyat
dan Pemukiman
Analisis
Curah Hujan
Hujan harian
maksimum rerata didekati dengan dengan menggunakan data curah hujan
yang ada di stasiun SPAS Kungku yang ada di sub DAS Musi Kabupaten
Musi Rawas. Dengan anggapan bahwa curah hujan di stasiun SPAS Kungku
dapat mewakili curah hujan di wilayah DAS Musi. Hujan rancangan
dengan berbagai kala ulang ditetapkan dengan analisis frekuensi
curah hujan maksimum untuk mengetahui jenis distribusi yang dapat
mewakili persebaran dari data hujan harian maksimum.
Pada
penelitian ini uji statistik dilakukan dengan menggunakan metode Chi
Square dan Smirnov Kolmogrov. Analis frekuensi yang dilakukan
terhadap data hujan rerata harian maksimum yang itu dengan hasil
perhitungan sendiri, diperoleh distribusi yang paling cocok mewakili
persebaranya adalah Log
Perason III. Hal
yang ditunjukan dengan nilai X2(=0.5)
≤
X2kritik
(=4.878) dan Δmaks
(=0.17) ≤
Δkritik (=0.36).
Kemudian dilakukan analisis hujan rancangan yang hasilnya yang
terlihat dalam Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Hujan
rancangan berbagai periode ulang
No
|
Kala
Ulang (tahun)
|
Hujan
Rancangan (mm)
|
1
|
2
|
12.23
|
2
|
5
|
16.63
|
3
|
10
|
20.56
|
4
|
25
|
26.89
|
5
|
50
|
32.75
|
6
|
100
|
39.75
|
Untuk
mencari intensitas hujan dalam periode 1 jam dari data curah hujan
harian dipakai rumus mononabe. Hasil analisis berupa intensitas
hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu dihubungkan kedalam
sebuah kurva Intensity
Duration Frequency (IDF)
tampak pada Gambar 9.
Gambar
9. Kurva
Intensitas Hujan
Dari
kurva IDF terlihat bahwa intensitas hujan yang tinggi berlangsung
dengan durasi yang pendek. Interpretasi kurva IDF diperlukan untuk
menentukan debit banjir rencana mempergunakan metode rasional.
Analisis
Debit Banjir
Dalam
penghitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan
data koefisien limpasan (runoff
coeffisien). Dalam
penelitian ini data koefisien limpasan didapat dari perhitungan
sendiri seperti terlihat pada Tabel 4. Dengan menggunakan metode
rasional didapatkan debit banjir seperti pada Tabel 5.
Tabel
4. Koefisien Limpasan Sub DAS Musi Hulu SPAS Kungku
No
|
Tahun
|
C
|
11
|
2008
|
0.514
|
2
|
2009
|
0.549
|
3
|
2010
|
0.547
|
4
|
2011
|
0.635
|
5
|
2012
|
0.624
|
Sumber
: Hasil Perhitungan, 2012
Tabel
5. Debit Banjir di outlet Sub DAS Musi
Sumber
: Hasil Perhitungan, 2012
4.5
Analisis Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir
Dari analisis
multiple regression,
didapat hubungan
antara perubahan tata guna lahan dengan debit banjir, mengikuti
persamaan :
Y
= a1 .
x1
+ a2 .
x2 +
a3 .
x3 +
a4 .
x4+
a5 .
x5+
a6 .
x6+
a7 .
x7
…………...………………..…. (6)
Dimana
:
Y
= debit banjir (m3/det)
X1
= Luas Kopi (Ha)
X2
= Luas Semak Belukar (Ha)
X3
= Luas Kebun Campuran (Ha)
X4
= Luas Sawah (Ha)
X5
= Luas Perkebunan Besar (Ha)
X6
= Luas Perkebunan Rakyat (Ha)
X7
= Luas Permukiman (Ha)
Tabel 6. Debit
banjir dan perubahan tata guna lahan
Berdasarkan
hasil program SPSS yaitu analisis data yang dilakukan pada DAS sub
DAS Musi Hulu Spas Kungku dengan menggunakan program SPSS maka
terlihat bahwa perubahan tutupan lahan sangat mempengaruhi debit
banjir pada periode ulang kala tertentu. Jumlah debit puncak yang
terjadi pada kala ulang 2 tahun adalah = 12.23 m3/detik,
5 tahun = 16.63 m3/detik,
10 tahun = 20.56 m3/detik,
25 tahun = 26.89 m3/detik,
50 tahun = 32.75 m3/detik
dan pada 100 tahun = 39.75 m3/detik.
5
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian tentang perubahan tutupan lahan terhadap debit
banjir menggunakan model regresi linier berganda dengan variable
bebasnya adalah tutupan lahan kebun kopi, semak belukar, kebun
campuran, sawah, perkebunan rakyat, perkebunan besar dan pemukiman.
Sedangkan variable tidak bebasnya adalah debit banjir yang terjadi
akibat perubahan tutupan lahan. Berdasarkan hasil analisis data yang
dilakukan pada Sub DAS Musi Hulu Spas Kungku Kabupaten Musi Rawas
dengan menggunakan program SPSS maka terlihat bahwa perubahan
tutupan lahan sangat mempengaruhi debit banjir pada periode ulang
kala tertentu. Jumlah debit puncak yang terjadi pada kala ulang 2
tahun = 12.23 m3/detik,
5 tahun = 16.63 m3/detik,
10 tahun = 20.56 m3/detik,
25 tahun = 26.89 m3/detik,
50 tahun = 32.75 m3/detik
dan pada 100 tahun = 39.75 m3/detik.
5.2 Saran
Berdasarkan
hasil pengolahan data dengan SPSS maka masih terlihat ada beberapa
variable yang memiliki nilai korelasi kurang dari 0,8 sehingga
disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan kajian yang lebih
mendalam tentang dampak perubahan tutupan lahan dengan time series
data hujan yang lebih panjang.
6
Daftar Pustaka
DRPM
UI. Ltd All Rights Reserved. 2012. Pusat Riset Perubahan Iklim
(RCCC-UI). Jakarta.
Suroso
dan Hery, A.S (2001).”Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap
Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran”, Jurnal Ilmiah
Unsoed, Purwokerto.
Asdak,
C (1995). “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Azmeri.,
dan Busri, H, 2010. Analisis
Pengaruh Lahan Terhadap Kelestarian Air DAS Kreung Meureude,
staf pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsiyah,
Banda Aceh.
BPDAS
Musi, 2008. Monitoring
dan Evaluasi Tata Air DAS Musi di Provinsi Sumatera Selatan,
BPDAS Musi, Dirjen RLPS Kehutanan, Palembang.
BPDAS
Musi, 2011. Petunjuk
teknis Monev Tata Air DAS Musi,
BPDAS Musi, Dirjen RLPS Kehutanan, Palembang.
Roestam,
S dan Robert, J.K . 2010. Tata
Ruang Air.
Yogyakarta : Andi.
Simamora,
P., 2008. Analisis
Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional
Pada DAS Bedagai.
Skripsi. Fakultas Pertanian Unsu. Medan.
Triana,
vivi, 2008. Pemanasan
Global, staf
pengajar PSIKM Fakultas Unand, Padang.
Untari,
A., 2009. Studi
Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit di DAS Citepus
Kota Bandung.
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Teknik dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Wendika,
D dan Soeryamassaeka, B, dkk. Pengaruh
Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Besarnya Debit (Q) Pada Suatu
Kawasan. Jurnal
Teknik Sipil, Untan, Pontianak.